Ilustrasi kesatu
Sewaktu
masih kerja di radio dengan frekwensi AM, saya berbicara pada bos,
"kedepan adalah waktunya FM"
Dan saya
terpaksa harus mendengarkan "nasihatnya" selama beberapa jam.
"Kamu gak usah ikut-ikut orang ribut ngomongin radio. Saya lebih tahu
radio, malah sudah bisnis radio sebelum kamu lahir. AM itu jangkauan
frekwensinya jauh lebih luas, sedangkan FM terbatas"
Dan bla bla,
dia menceritakan perjuangannya jatuh bangun mendirikan radio.
Menyangkal.
Itulah yang
banyak dilakukan orang ketika dia seperti dipaksa untuk keluar dari zona
nyamannya selama ini.
Perkembangan
tekhnologi terus berkembang.
Pada saat
ramai-ramainya orang mendengarkan radio dengan frekwensi AM karena asik
mendengarkan sandiwara radio yang dulu sedang booming, di tempat lain sebagian
anak muda sedang sibuk mengotak-atik pemancar dan perizinan untuk bisa
mendirikan radio dengan frekwensi terbaru, yaitu FM. Meski jangkauan siarnya
terbatas, tapi suara yang keluar dari pemancar jauh lebih bening daripada
frekwensi AM.
Bos saya
berada pada zona nyamannya. Ia memperoleh jutaan rupiah dari iklan hasil
penayangan sandiwara radio. Jumlah yang pada waktu itu sangat besar. Karena
sedang terlena, ia lupa bahwa ia sedang lari di tempat, sedangkan dunia
bergerak maju dengan kecepatan luar biasa.
Saya tidak
mau ketinggalan. Saya keluar dan berpindah ke radio FM baru yang dikelola bukan
oleh pengusaha radio zaman dulu. "Anak baru..." Leceh bosku dengan
gagahnya sambil memutar topi koboinya yang baru dia beli di Texas.
Beberapa
tahun berlalu, dan saya dengar bos saya akhirnya pindah ke jalur FM. Tapi dia
sudah terlambat. Start-nya telat. Radionya harus menemukan segmentasi yang
tepat dan itu memerlukan waktu yang tidak cepat. Sedangkan radio dimana saya
berada sudah berkibar namanya kemana-mana.
Perubahan
itu selalu ada dan tidak bisa dilawan. Dalam perubahan selalu muncul
tunas-tunas muda yang berkembang sesuai masanya. Yang lebih tua seharusnya bisa
mengikuti arusnya atau tenggelam ke dasar. Radio yang dulu saya pernah bekerja
disana, sekarang pun sudah mati tak sudi hiduppun enggan.
Begitu juga
menghadapi badai online yang menghajar dunia
Menyangkal
bahwa badai ini tidak akan berpengaruh apa-apa pada ekonomi kita sekarang ini,
bukanlah tindakan yang tepat. Kita harus bergerak ke arah mana dia bergerak.
Jika melawan kita akan hancur berantakan.
Sekarang
bukan lagi masanya Merdeka ataoe mati, tetapi sudah menjadi Berubah atau mati
Begitu
banyak pelajaran bagaimana terjadi perpindahan luar biasa dalam usaha. Dan itu
berdampak pada tenaga kerja. Keahlian yang dulu kita banggakan, bisa menjadi
tidak berarti ke depannya
foto, Koleksi Denny Siregar dot Com |
Illustrasi kedua
Belum habis
rasa kaget kita karena tutupnya 8 gerai toko Ramayana dan sepinya Glodok yang
dulu dikenal sebagai pusat perbelanjaan elektronik, sepertinya ke depan kita
akan lebih terkaget lagi karena "badai online" sudah mempengaruhi
sektor bank.
Di Eropa
sudah 48 ribu kantor bank di tutup karena terpengaruh budaya online. Sekarang
sudah capek bermacet ria di jalan untuk sekedar ke bank, parkir yang mahal
sampai antri di depan kasir. Lebih enak pencet-pencet gadget sambil santai di
rumah dan transaksi pun berjalan mulus.
Apalagi
aplikasi bank sudah banyak yang ramah terhadap pengguna dan banyak fasilitas
sudah berfungsi disana, kecuali misalnya bikin buku tabungan baru dan ambil
uang dalam jumlah besar.
Tutupnya
banyak kantor bank di Eropa dikarenakan mereka memangkas banyak biaya
operasional terutama gaji pegawai. Bisa dibayangkan berapa ratus ribu karyawan
terpaksa harus dirumahkan karena sistem sudah memaksa untuk semakin efisien dan
efektif, apalagi ditengah ketatnya persaingan.
Pengaruh
"badai online" ini sudah pasti akan sampai ke Indonesia. Seorang
teman di bank berkata, sekarangpun sudah banyak penyusutan karyawan karena
beberapa cabang ditutup sebab sudah tidak efisien lagi.
Kebayang apa
yang terjadi 3 sampai 5 tahun ke depan, disaat warga negara Indonesia yang
masuk dalam 5 besar pengguna handphone di dunia ini, sudah banyak yang beralih
melakukan transaksi lewat online.
Tidak bisa
dilawan, karena perubahan teknologi jelas akan merubah budaya
Karena itu
siap-siap saja para pegawai bank untuk berfikir wirausaha yang tidak tergerus
online ataupun memanfaatkan online dalam kegiatan wirausahanya.
Jangan
sampai seperti teman papa saya dulu yang tidak mau beralih ke komputer dan
lebih nyaman memakai mesin ketik, sehingga akhirnya ia dipensiunkan dini karena
tidak terpakai
Transisi ini
memang sulit bagi sebagian orang. Tetapi bagi mereka yang bisa menangkap
peluang, ini adalah masa emas untuk memulai. Ombak itu jangan dilawan, tetapi
manfaatkan untuk berselancar
Mulailah
menggunakan sudut pandang baru dalam usaha. Keluarlah dari zona nyaman atau
kamu tenggelam
Kamu ada
dimana? Tenggelam atau ingin berkibar? Itu semua tergantung bagaimana caramu
menyeruput kopinya