Jumat, 15 September 2017

Lingkungan selalu berubah



Ilustrasi kesatu

Sewaktu masih kerja di radio dengan frekwensi AM, saya berbicara pada bos, "kedepan adalah waktunya FM"

Dan saya terpaksa harus mendengarkan "nasihatnya" selama beberapa jam. "Kamu gak usah ikut-ikut orang ribut ngomongin radio. Saya lebih tahu radio, malah sudah bisnis radio sebelum kamu lahir. AM itu jangkauan frekwensinya jauh lebih luas, sedangkan FM terbatas"

Dan bla bla, dia menceritakan perjuangannya jatuh bangun mendirikan radio.

Menyangkal.
Itulah yang banyak dilakukan orang ketika dia seperti dipaksa untuk keluar dari zona nyamannya selama ini.

Perkembangan tekhnologi terus berkembang.

Pada saat ramai-ramainya orang mendengarkan radio dengan frekwensi AM karena asik mendengarkan sandiwara radio yang dulu sedang booming, di tempat lain sebagian anak muda sedang sibuk mengotak-atik pemancar dan perizinan untuk bisa mendirikan radio dengan frekwensi terbaru, yaitu FM. Meski jangkauan siarnya terbatas, tapi suara yang keluar dari pemancar jauh lebih bening daripada frekwensi AM.

Bos saya berada pada zona nyamannya. Ia memperoleh jutaan rupiah dari iklan hasil penayangan sandiwara radio. Jumlah yang pada waktu itu sangat besar. Karena sedang terlena, ia lupa bahwa ia sedang lari di tempat, sedangkan dunia bergerak maju dengan kecepatan luar biasa.

Saya tidak mau ketinggalan. Saya keluar dan berpindah ke radio FM baru yang dikelola bukan oleh pengusaha radio zaman dulu. "Anak baru..." Leceh bosku dengan gagahnya sambil memutar topi koboinya yang baru dia beli di Texas.

Beberapa tahun berlalu, dan saya dengar bos saya akhirnya pindah ke jalur FM. Tapi dia sudah terlambat. Start-nya telat. Radionya harus menemukan segmentasi yang tepat dan itu memerlukan waktu yang tidak cepat. Sedangkan radio dimana saya berada sudah berkibar namanya kemana-mana.

Perubahan itu selalu ada dan tidak bisa dilawan. Dalam perubahan selalu muncul tunas-tunas muda yang berkembang sesuai masanya. Yang lebih tua seharusnya bisa mengikuti arusnya atau tenggelam ke dasar. Radio yang dulu saya pernah bekerja disana, sekarang pun sudah mati tak sudi hiduppun enggan.

Begitu juga menghadapi badai online yang menghajar dunia

Menyangkal bahwa badai ini tidak akan berpengaruh apa-apa pada ekonomi kita sekarang ini, bukanlah tindakan yang tepat. Kita harus bergerak ke arah mana dia bergerak. Jika melawan kita akan hancur berantakan.

Sekarang bukan lagi masanya Merdeka ataoe mati, tetapi sudah menjadi Berubah atau mati

Begitu banyak pelajaran bagaimana terjadi perpindahan luar biasa dalam usaha. Dan itu berdampak pada tenaga kerja. Keahlian yang dulu kita banggakan, bisa menjadi tidak berarti ke depannya


foto, Koleksi Denny Siregar dot Com


Illustrasi kedua

Belum habis rasa kaget kita karena tutupnya 8 gerai toko Ramayana dan sepinya Glodok yang dulu dikenal sebagai pusat perbelanjaan elektronik, sepertinya ke depan kita akan lebih terkaget lagi karena "badai online" sudah mempengaruhi sektor bank.

Di Eropa sudah 48 ribu kantor bank di tutup karena terpengaruh budaya online. Sekarang sudah capek bermacet ria di jalan untuk sekedar ke bank, parkir yang mahal sampai antri di depan kasir. Lebih enak pencet-pencet gadget sambil santai di rumah dan transaksi pun berjalan mulus.

Apalagi aplikasi bank sudah banyak yang ramah terhadap pengguna dan banyak fasilitas sudah berfungsi disana, kecuali misalnya bikin buku tabungan baru dan ambil uang dalam jumlah besar.

Tutupnya banyak kantor bank di Eropa dikarenakan mereka memangkas banyak biaya operasional terutama gaji pegawai. Bisa dibayangkan berapa ratus ribu karyawan terpaksa harus dirumahkan karena sistem sudah memaksa untuk semakin efisien dan efektif, apalagi ditengah ketatnya persaingan.

Pengaruh "badai online" ini sudah pasti akan sampai ke Indonesia. Seorang teman di bank berkata, sekarangpun sudah banyak penyusutan karyawan karena beberapa cabang ditutup sebab sudah tidak efisien lagi.

Kebayang apa yang terjadi 3 sampai 5 tahun ke depan, disaat warga negara Indonesia yang masuk dalam 5 besar pengguna handphone di dunia ini, sudah banyak yang beralih melakukan transaksi lewat online.

Tidak bisa dilawan, karena perubahan teknologi jelas akan merubah budaya

Karena itu siap-siap saja para pegawai bank untuk berfikir wirausaha yang tidak tergerus online ataupun memanfaatkan online dalam kegiatan wirausahanya.

Jangan sampai seperti teman papa saya dulu yang tidak mau beralih ke komputer dan lebih nyaman memakai mesin ketik, sehingga akhirnya ia dipensiunkan dini karena tidak terpakai

Transisi ini memang sulit bagi sebagian orang. Tetapi bagi mereka yang bisa menangkap peluang, ini adalah masa emas untuk memulai. Ombak itu jangan dilawan, tetapi manfaatkan untuk berselancar

Mulailah menggunakan sudut pandang baru dalam usaha. Keluarlah dari zona nyaman atau kamu tenggelam

Kamu ada dimana? Tenggelam atau ingin berkibar? Itu semua tergantung bagaimana caramu menyeruput kopinya



Tidak ada komentar: